Senin, 09 Desember 2013

Kecelakaan Bintaro

Selasa, 10 Desember 2013 Pagi ini saya memiliki waktu untuk sekadar membersihkan rumah sesaat sebelum berangkat kerja. Membersihkan rumah pagi ini sebenarnya tidak bisa terlalu disebut bersih sekali karena hanya menyapu sebagian lantai di ruang TV, ruang makan, dan tiga kamar tidur. Untungnya, setelah memasak tadi pagi saya masih menyempatkan diri membersihkan lantai dapur, mencuci sebuah lap kotor yang baru saya pergunakan untuk mengelap meja makan. Tapi sekali lagi saya harus menimbang antara keinginan saya untuk segera mandi dan membersihkan diri atau mencuci sapu. Ada tiga buah sapu yang tergantung di dinding dapur, satu untuk ruang dalam rumah, satu untuk dapur, dan satu lagi untuk membersihkan teras. Kondisi ketiganya kotor akut (kronis?). Saat sarapan (padahal belum mandi), saya sempatkan mengikuti berita kecelakaan antara KRL dan truk tangki Pertamina di Bintaro-Jakarta. Seingat saya, kecelakaan kereta di daerah Bintaro ini bukankali pertama. Saya tidak seberapa ingat kapan tepatnya peristiwa kecelakaan kereta yang sebelumnya terjadi. Kalau saya pikir, kecelakaan seperti itu jangan sampai terjadi lagi. Alangkah sayangnya jika lima nyawa berpulang ketika kesempatan untuk meraih kehidupan yang lebih baik masih terbuka lebar. Seharusnya peristiwa kecelakaan sebelumnya sudah menjadi pelajaran bagi kita untuk meningkatkan kualitas kehidupan kita. Dengan kecerdasan berpikir yang selama ini kita miliki, seharusnya kita bisa belajar dari satu musibah untuk bisa lebih bijak menjalani hidup ini. Kita bisa belajar dari peristiwa yang tidak mengenakkan dari musibah yang terjadi bukan? Apa penyebab kecelakaan itu, bagaimana menghindari sebuah musibah, dan bagaimana menyiapkan diri agar sedapat mungkin kita bisa menghindarkan diri dari terulangnya musibah tersebut. Mungkin pada awalnya kita akan merasa kesulitan untuk melakukan apa yang saya katakan di sini. Akan tetapi manusia bijak akan selalu bisa menemukan solusi tepat bagi setiap masalah yang datang kepadanya. Di sisi lain, seharusnya pemerintah mulai merancang bagaimana menyediakan fasilitas umum yang lebih bisa menjamin keselamatan warganya saat di jalanan. Kita lihat saja bagaimana ruwetnya kondisi jalan raya kita. Banyaknya billboard atau papan reklame, baliho, spanduk, umbul-umbul, dan lain sebagainya terpampang bebas dan berkibar-kibar menutupi marka jalan. Bahkan yang lebih parah adalah terpecahnya perhatian para pengendara yang "harus" membaca iklan komersial yang ada di kanan, kiri, dan di atas jalan raya. Oh, come on... Marilah kita belajar dari negara-negara tetangga di sekitar kita. Australia, misalnya, atau Singapura? Pemerintah di kedua negara ini tidak mengizinkan warganya memasang selebaran, pamflet, apalagi baliho atau sepanduk di area publik. Dengan demikian, jalan-jalan di sana benar-benar bersih dari pandangan yang bisa membuat mata sumpek. Lalu bagaimana jika seseorang atau sebuah perusahaan bisa mengiklankan produknya? Mereka bisa membuat brosur yang dikirimkan ke rumah-rumah penduduk. Jadi, seharusnya pemerintah tidak perlu membuang uang negara untuk kegiatan studi banding yang lebih banyak acara plesirnya dan tak pernah membuat suatu perubahan besar bagi kehidupan nyata di masyarakat. Yang perlu dilakukan oleh pejabat pemerintah yang terhormat adalah banyaklah membaca agar wawasan kebangsaan bisa dicapai dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Dan tentu saja Anda harus lebih sering turun gunung untuk melihat kondisi kehidupan masyarakat yang harus Anda layani. Akhirnya, pagi itu perenungan saya, saya tutup dengan mencuci lima buah sapu karena ternyata di dinding garasi ada lagi dua buah sapu kotor. Selesai mencuci sapu, dua buah keranjang sampah, dan sebuah pengki, saya mandi menyegarkan diri dengan menyabun tubuh saya dua kali karena bau sampah seperti menempel erat di sekujur tubuh saya pagi itu.